Selamat Datang di Kawasan Penyair Tanah Bumbu Terima Kasih Kunjungan Anda

Minggu, 28 Maret 2010

Tato A.Setyawan




Lahir di kota Malang (Jatim), 14 Agustus 1974. Karya puisinya banyak dipublikasikan di facebook dan di situs Lintasan Sastra (http://arsyadindradi.net) Dan semua karyanya akan disiapkan menjadi sebuah antologi.
Alamat sekarang Jalan Transmigrasi Km 2 Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalsel.
Puisi-puisinya antara lain :

menuju pulaumu, irine

berpuluh kayuhku telah patah
badai menghantam, terjang
seperti itulah kecintaanku padamu irine
seperti sampan yang pecah buritannya
terseok, terpontangpanting, terkapar di batu karang

tapi pelayaran tak boleh surut!
layar telah terkembang, samudera adalah pengembaraanku
pasti ku arungi luasnya buihbuih
tak akan merapat ke dermaga
sebab pulaumu belum kugenggam

jika lantas ombak menggulung
membadai, menggelora segala musim
gelegar gulungan angin
tercabik layarku, rubuh tiang utama
;bukankah tanganku masih kokoh?
kaki jua masih pada pijakan
tak sudi diri menyerah, dan payah
tidak jua pada arah angin yang menggila

;tidak! aku bukan nahkoda yang hanya mengenal paritparit
telah kulayari ribuan mil samudera cinta periperi
telah ku lewati bergununggunung badai asmara para dewa
hingga laut pun mengata, akulah nahkoda sampan asmara yang gila, yang menghantam ombak, badai, topan, angin
;aku tak mengenal kandas, sebab aku jua titisan Poseidon

tapi mengapa,
menuju pulaumu irine
ialah pelayaran yang menggelisahkan
sebab kayuhku senantiasa patah

;bagi Irine Olivia
batulicin, 21 maret 2010


perempuan bergaun ungu dengan renda jingga di kerahnya

perempuan bergaun ungu dengan renda jingga di kerahnya
siapa jua yang telah melukismu tengah malam lalu,
sedang kau tetap menjadi kupukupu, meliuki senja, malam juga siang
sembari mengunyah senyum selayak melati yang bertumpuktumpuk
;dimanakah aku bisa menjumputi rinduku padamu?

gerimispun bercerita perihal angin yang menerpa gerai rambut hitammu
itupula yang lantas membuatku membimbang, gersang
mencarimu diantara badai dan ombak yang padahal hanya ada di mimpiku
bahkan nyawamu, telah pula menjadikan nafasku terus menuntut
merengekrengek, menghiba peluhmu yang wangi
hingga wajahmu kujadikan piring bagi rinduku

pernah suatu ketika, ku gapaigapai aliran sungai
yang di ujungnya engkau membasuh hatimu
membasahi seluruh raga jantungmu, peluhmu, darahmu, nafasmu yang lembut
juga daundaun yang sudah berani menyentuh tengkukmu yang putih
;ingin ku rengkuhi semua, kulumat buat menebus asmaraku padamu

engkau perempuan bergaun ungu dengan renda jingga di kerahnya
bagaimana aku mempercayai kerinduanku yang meluasluas
jika engkau tak juga mengirimiku selarik saja sajak
bukankah itu, aksara kasihmu yang kelak bisa kumengerti
karna, taukah engkau
;aku sungguh telah mencemburui gaun ungu dengan renda jingga di kerahmu, yang senantiasa mencumbu dan memeluk tubuhmu sepanjang hidupku

batulicin, 9 maret 2010


kapan kita menemui kita

entah seperti apa,
aku ini mengelana
menjelajahi semua
mencarimu, bayangan

di semua lembah
sampailah jua disini
menghitungi rindu
mengurai pilu
berharap temu

di padang ini,
tungguku sendu
meramu lara
menjadi pusara cinta
;yang merana, tiadatara

;kapan kita
menemui kita

batulicin, 7 maret 2010


kutaburi cinta dan asmara di kotamu yang murung

inilah riwayatku,
mengelana dari negeri ke negeri
menghitungi jalanan manusia
membaca semua suka, semua duka
mengenali tangisan dan asmara perawan
mengartikan tepukan dada para perjaka

inilah sebuah kota yang akan kuriwayatkan kepadamu
kutemui banyak wajah yang menduka
murung sebab hujan lama tak menyapa, padipadi sirna tercuri marabahaya
sungguh inilah riwayat perjalananku yang pilu, kawan

aku menemui banyak kanakkanak dengan perut menggelembung
didalamnya katanya, ribuan cacing tengah bergembira bernyanyi tra la la
dan wajah nagara seperti mau berhenti bekerja sebab hujan masih enggan menyapa

taukah kau kawan,
aku juga mendapati rumahrumah sudah tak lagi berjendela
pintupintu dibiarkan terbuka
seorang tua kulihat melata
ia merintih, mengucap katakata
ini negeri dalam kota, tapi aku tak punya mata hingga periukku bagai kosakata yang tak mengenal aksara, bagaimana menjawab derita, semua adalah nestapa, katanya

kurengkuh tubuh orang tua itu
ditepisnya sukmaku, dan tibatiba diludahinya berjuta laraku
kau jangan berkatakata, katanya
sebab kami inilah karma dari penjara cinta dan asmara fana
maka pergi saja! jangan dekati kota ini, sebab kami karma, kamilah kemalangan yang akan merenggutmu, katanya

bagaimana aku bisa mengikuti deritanya
sedang ia enggan kugapai, ia selalu meronta dan terus berkatakata
ia tak mau disapa dengan cinta
ia marah dengan kata asmara
durjana semua, laknat segala bahagia, katanya dengan murka

lalu dengan helaan nafas terkhir aku berlalu
ku gapai jalanan yang kosong
ku paksa jantung terus berdegup
ku buang selarik kata pada batubatu dihamparan yang jauh
lalu ku lepas sebutir mutiara
ditanganku
kutitipkan sebuah janji di cahayanya
lantas diamdiam kukatakan pada angin dihadapanku
"besok saat hatiku telah suci akan kutaburi cinta dan asmara di kotamu yang murung".

batulicin, 4 maret 2010


sepasang kekasih menjala rembulan

di dermaga kayu yang tua
sepasang kekasih menjala rembulan
susah payah digapaigapai rembulan
selalu tangan hanya sampai pada pundak
lantas mata, menatap terus dan kemudian menunduk

di atas sana mereka ingin menggambar istana
dengan pagar yang ditumbuhi melati
tapi seperti mimpi
seperti jauh dan semakin lekang tatapan

mereka itulah perajut awan
memintal batas pantai hingga pagi tiba
memaksa ombak agar tidak berdebur lagi
tapi buihbuih enggan mencium karang

sepasang kekasih itu terus melempar jala
sampai peluh tiada mengalir
membiar saja malam berakhir
lalu rembulan sembunyi

di dermaga kayu yang tua
sepasang kekasih terus menunggu rembulan
buat di jala
buat menjaga cinta, merawat setia

batulicin, 22 februari 2010


lakilaki dan ilalang

lakilaki itu
tangannya menggenggam ilalang

matanya menatap
menuju puncak gedung
di kibaskannya ilalang
lalu dihamparkan di tanah
dianyamnya menyerupai lambang negara
serupa burung rajawali

pada ekornya
dititipkannya suara
“wahai negara, kapan kau tak tidur, bangun! bangun! matahari telah tinggi”, katanya

puncak gedung
masih di tatapnya
dengan jantunnya
dengan jiwanya
biar tak rubuh, katanya

lakilaki itu berdiri
diambilnya tifa di kakinya
lantas tabuh
menabuh tifa ia
menari ia
berteriak ia
bangun!
bangun!
bangun!
matahari telah tinggi!

batulicin, 24 februari 2010


janjiku

janjiku
di angin

ku kecup desir
hingga birahi jatuh
lunglai, patuh

kejar engkau
lalu kejer
seperti tangis bayi
sembuyi
di rimbun pasir
latas kita
terdampar di nagara

kita
menggirang
nikmat
lezat
pekat
jilat
:besok lagi, katamu

batulicin, 10 februari 2010


negeri yang hangus

sebab jalan mulai senyap
entah mengapa tanah menjadi lembab
yang lantas suarasuara dari kejauhan seperti menyergap
menelantarkan daundaun yang terserakkan digundukan batu
menyelinap ia, angin menembusi rantingranting di lembah

dua orang bercengkerama perihal negeri yang hangus dibakar waktu
jarijemari ia menghitungi serakan tapaktapak negeri yang menua tanpa sebab
lalu dua orang itu menyulut rokok dan lantas diselipkannya dibibir yang kering
dihisap asap dikepulkan ia ke angkasa
membumbung tinggi menerobos ruangruang sempit di belantara yang aneh

dibukanya kotak misteri itu, dua orang duduk dibawah gapura negeri yang hangus, hitam!
dipilahpilah warna yang masih bercorak keabadian juga bergaris putih menyalanyala
ditempatkan ia pada bungkusan bekas jarit wanita tua yang tidak pernah dikenal oleh sesiapa jua, pun oleh negeri yang hangus sebab dibakar waktu
buat entah apa yang kemudian diremasremas agar jejak tak nampak tapi beraroma pahit

sebab jalan mulai senyap, entah mengapa tanah menjadi lembab
dua orang duduk dibawah gapura, bercengkerama ia perihal negeri yang hangus dibakar waktu…

batulicin, 3 februari 2010


negeriku aneh

negeriku aneh,
mobilmobil berseliweran,
berkejaran kian kemari menuju jurang
jalanjalan penuh sesak,
trotoar menonton orangorang
pemulung memunguti gambar artis telanjang

negeriku lucu,
tiang listrik mencumbui drainase
bendera warna warni berdesakdesakan,
saling berebut nafas
berebut gula gula
berebut rumput
mantra mantra dimuntahkan,
anjing anjing berebut kain tissu

negeriku dagelan,
politisi
polisi
priayi
menteri
main petak umpet
hakim bersembunyi diketiak jaksa

negeriku guyonan,
pejabat membakar kemenyan
pengamat menggerutu, mulut disumpal gombal
meja judi menjadi tumbal
perawan menjadi sundal

negeriku fatamorgana,
gedung gedung mencakari langit
panti pijat adalah syurga birahi
salon salon dijejali wanita wanita gembro
sungai sungai mengubur diri sendiri

negeriku keprihatinan,
anak kecil,
sepasang jompo,
bayi bayi
; jadi mata elang, karena hidup ada dipundak

batulicin, 19 januari 2010


senggama kata-kata

senggama,
kata-kataku
kata-katamu jua
kata-kata kita

senggama,
komaku
titikmu
kita bersenggama kata

senggama,
bincanganku
melumat ucapmu
kita menggelinjangkan kata-kata

senggama,
tanyaku
serumu rayu merayu
tanyaku merayu serumu

senggama,
kita
kamu
kita bersenggama kata-kata

senggama,
katamu jua
kataku jua
senggama kita kata-kata

Batulicin, 11 januari 2010


sajak pertemuan

;bagi, arsyad indradi

tatap kita
temu kita
sapa kita
disebuah kerumunan yang sepi
kusapa dirimu dengan tatap kita sapa kita

jari kita
angka-angka kita
pijakan kita
tersebut sama-sama
angka kita pijakan kita

jarak kita
langkah kita
temu kita, lagi
melayang antara kau disana
antara aku disini

tatap kita
temu kita
sapa kita
hanya pada jari kita

batulicin, 19 januari 2010

terinspirasi ; sebuah pertemuan yg tak terduga antara saya dan pak arsyad indradi disebuah warnet di loktabat b.baru beberapa tahun yg lalu. saya lupa tahunnya..waktu itu saya masih berprofesi sbg jurnalis Banjarmasin post. kami saling bertukar no ponsel dan bla..bla... tak lama

Tidak ada komentar: